Header

"Selamat Datang Disitus Ical Pole Kegi"
Semoga Catatan Kuliah Ini Sedikit Bisa Membantu Teman-teman Terimakasih......

Sabtu, 03 Desember 2011

Agronomi


PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SINGKONG DENGAN TEKNOLOGI MUKIBAT SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOETHANOL 
  1. Pendahuluan
      Dalam sejarah, manusia tidak pernah lepas dari ketergantungan dengan energi. Konsumsi energi dalam jumlah besar merupakan ciri dari peradaban modern. Sejak ditemukannya api manusia melai merekayasa energi. Seiring dengan kebutuhan, tingkat rekayasa energi semakin besar. Hal ini tak pelak menuntut pengeksploitasian sumber-sumber energi yang semakin besar dan gencar. Namun hal ini masih terbatas pada sumber-sumber energi tak terbarukan (minyak bumi, gas alam dan Batubara) (Anonim, 2007).
      Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan secara alamiah cadangan minyak pada sumur-sumur yang berproduksi. Dilain pihak pertambahan penduduk telah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berimbas pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar sehingga untuk memenuhinya Indonesia harus import.
      Besarnya ketergantungan pada bahan bakar import semakin memberatkan Pemerintah. Ketika harga minyak dunia terus meningkat seperti pada saat ini mencapai 90 $ US mengakibatkan semaikin berat beban subsidi yang harus ditanggung Pemerintah sehingga harus dikurangi dan ini berakibat naiknya harga bahan bakar minyak.
      Melihat kodisi ini, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber-sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak. Walaupun kebijakan ini menekankan penggunaan batubara dan gas sebagai pengganti bahan bakar minyak, kebijakan tersebut juga menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak. Selain itu, pemerintah serius untuk mengembangkan bahan bakar nabati dengan menerbitkan INPRES No. 1 tahun 2006 tanggal 25 Juni 206 tentang penyediaan bahan bakar nabati (Biofuel) sebagai sumber bahan bakar (Martono dan Sasongko, 2007).
      Tabel 1. Jenis Tumbuhan Penghasil Energi
Jenis Tumbuhan
Produksi Minyak (Liter per Ha)
Ekivalen Energi(kWh per Ha)
Elaeis guineensis (kelapa sawit)
3.600-4.000
33.900-37.700
Jatropha curcas (jarak pagar)
2.100-2.800
19.800-26.400
Aleurites fordii (biji kemiri)
1.800-2.700
17.000-25.500
Saccharum officinarum (tebu)
2.450
16.000
Ricinus communis (jarak kepyar)
1.200-2.000
11.300-18.900
Manihot esculenta (ubi kayu)
1.020
6.600

      Bahan bakar nabati yang dapat dikembangkan adalah biodiesel dan bioethanol. Bahan baku hayati biofuel dapat berasal dari produk-produk dan limbah pertanian yang sangat berlimpah di Indonesia.
      Saat ini teknologi yang berpeluang dikembangkan untuk pengadaan energi biofuel adalah produksi ethanol. Ethanol memiliki kandungan oksigen lebih tinggi sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi, ramah lingkungan karena mengandung emisi gas karbon monoksida lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar minyak (Anonim, 2007).

    Tabel. 2 Konvensi biomasa menjadi bioethanol
Biomasa (kg)
Kandungan gula (Kg)
Jumlah hasil bioethanol (Liter)
Biomasa :Bioethanol
Ubi kayu 1.000
250-300
166,6
6,5 : 1
Ubi jalar 1.000
150-200
125
8 : 1
Jagung 1.000
600-700
400
2,5 : 1
Sagu 1.000
120-160
90
12 : 1
Tetes 1.000
500
250
4 : 1

      Menurut Martono dan Sasongko (2007) Indonesia memiliki 60 jenis tanaman yang berpotensi menjadi bahan bakar alternatif diantaranya kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kapuk yang bisa dijadikan biodiesel untuk bahan bakar alternatif pengganti solar; dan tebu, jagung, singkong ubi serta sagu yang bisa dijadikan bioethanol untuk dijadikan bahan bakar alternatif pengganti premium. Bahan baku biofuel yang potensial untuk diukembangkan di Indonesia terutama adalah Ubi kayu.
  1. Potensi Produksi Singkong Sebagai Penyedia Bahan Baku Bioethanol
     Berdasarkan kontribusi terhadap produksi nasional terdapat sepuluh propinsi utama penghasil singkong yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Sumatera Selatan dan Yogyakarta yang menyumbang sebesar 89,47 % dari produksi Nasional sedangkan produksi propinsi lainnya sekitar 11-12 % (Agrica, 2007).
     Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton)dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun (Bigcassava.com, 2007).
     Potensi Pengembangan ubi kayu di Indonesia masih sangat luas mengingat lahan yang tersedia untuk budidaya ubi kayu cukup luas terutama dalam bentuk lahan di dataran rendah serta lahan-lahan di dataran tinggi dekat kawasan hutan. Dalam upaya penyediaan bahan baku yang besar dan kontinu untuk bioethanol, pengusahaan ubi kayu perlu dilakukan dalam bentuk perkebunan dengan luas areal diatas lima hektar mengingat selama ini belum diusahakan dan masih merupakan kebun sela atau tumpangsari ataupun hanya merupakan kebun sambilan.
     Permasalahan utama dalam produksi ubi kayu adalah produktivitas yang masih rendah yaitu 12,2 ton/ha (Agrica, 2007) dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton/ha), Thailand (13,30 ton/ha) dan China (13,06 ton/ha) (bigcasssava.com, 2007). Disamping itu, produktivitas ubi kayu di Indonesia masih sangat berfluktuatif. Di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Gunung Kidul dari tahun 1998 sampai dengan 2005 mengalami fluktuasi produktivitas anatar 127 kw/ha samapi 174 kw/ha dan produksi tertinggi sebesar 812.321 ton (Martono dan Sasongko, 2007)
Grafik 1. Trend Luas Panen Ubi Kayu (Hektar)




 
Grafik 3. Trend ProduksiUbi Kayu (Hektar)
 
      Dalam upaya penyediaan bahan baku bioethanol, usaha yang perlu diperhatikan terutama adalah peningkatan produksi dan produktivitas ubi kayu dengan masukan teknologi budidaya yang tepat. Rendahnnya produktivitas disebabkan oleh pengunaan varietas lama dan produksinya masih sampingan. Oleh karena itu dalam pengusahaannya perlu dilakukan secara perkebunan dengan bibit yang memiliki kapasitas sink dan source yang kuat.
C. Peningkatan Produktivitas Ubi Kayu Melalui Teknologi Singkong Mukibat 
      Peningkatan produksi tanaman ubi kayu dapat dilakukan dengan pengusahaan secara perkebunan atau pengusahaan dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan bahan baku untuk bioethanol dengan arah pengembangan di lahan-lahan marjinal. Permasalahan utama dalam produksi ubi kayu adalah produktivitas tanaman yang masih rendah.
      Dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman ini perlu masukan teknologi yang dapat meningkatkan hasil per tanaman ubi kayu. Teknologi yang memungkinkan untuk di introduksi dalam rangka meningkatkan hasil adalah dengan menggunakan klon-klon ubi kayu yang mempunyai kapasitas sumber yang besar atau dengan kombinasi antara klon yang mempunyai sumber besar dan lubuk yang besar pula sehingga produktivitas tanaman meningkat, salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi mukibat.
      Ubi kayu mukibat merupakan tanaman hasil sambung atau grafting antara ubi karet sebagai batang atas dan ubi biasa sebagai batang bawah. Pemilihan ubi karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi karet kapasitas sumber besar, daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman mempunyai luas daun lebih luas dan laju fotosintesis lebih besar. Menurut Glodsworthy dan Fisher (1992) ubi kayu secara bersama-sama mengembangkan luas daun dan akar yang secara ekonomi berguna sehingga persediaan fotosintat/asimilat yang ada dibagi antara pertumbuhan daun dan akar. Hal ini berarti ada indek luas daun optimum untuk pertumbuhan akar. Rekayasa meningkatkan keseimbagan antara sumber dan lubuk dengan menggunakan teknik mukibat diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman.
      Karakteristik daun ubi karet dengan daun besar dan hijau diharapkan dapat memanfaatlkan radiasi sinar matahari secara efisien. Menurut Gardner et al., 1991) spesies tanaman budidaya yang efisien cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan dalam bentuk penambahan luas daun, yang berakibat pemanfaatan radiasi matahari yang efisien. Cock (1992) menyatakan bahwa beberapa sifat tipe tanaman yang akan memberikan hasil lebih tinggi yaitu luas daun terbesar harus tidak kurang dari 500 cm2, cabang pertama harus terbentuk enem bulan pertama setelah penanaman, dan umur daun individual harus lebih dari seratus hari, sehingga tanaman akan memberikan keseimbangan optimum antara luas daun (source) dan pertumbuhan akar (sink). Dengan demikian untuk meningkatkan hasil tanaman dilakukan dengan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman per satuan luas daun. Penggunaan ubi karet sebagai batang atas dengan morfologi daun yang lebih luas dan hijau berarti mempunyai kemampuan untuk mempertahankan fotosintesisnya sampai laju maksimum untuk jangka waktu yang panjang. Pada tanaman ubi kayu penyimpanan dalam akar terjadi apabila daun secara fotosintesis aktif, bukan pada saat laju fotosintesisnya menurun karena umur tanaman. Laju pertumbuhan yang meningkat akan meningkatkan hasil umbi sampai dua kali lipat peningkatan laju pertumbuhan tanaman dan juga akan meningkatkan LAI optimum.  Menurut Alves (2002) pada tanaman singkong terdapat korelasi yang positif antara luas daun atau lamanya luas daun terhadap hasil umbi, hal ini mengindikasikan bahwa luas daun merupakan hal penting yang menentukan laju pertumbuhan tanaman dan laju akumulasi fotosintat pada bagian penyimpanan pada tanaman singkong.
      Hasil penelitian Ahit et al., (1981) menunjukan bahwa penggunaan teknologi mukibat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang lebih tinggi yaitu tanaman memiliki stuktur tanaman lebih tinggi, diameter akar yang lebat dengan bobot yang lebih tinggi serta LAI yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman ubi kayu biasa. De Bruijn dan Guritno (1990) menyatakan bahwa peningkatan produksi ubi kayu sistem mukibat maningkat 30% dan bahkan dapat mencapai lebih dari 100 % tergantung pada kondisi wilayah penanaman.
  1. Penutup
     Penurunan produksi minyak bumi nasional dan kenaikan harga minyak dunia yang semakin tinggi perlu disikapi dengan mencari sumber energi alternatif bersumber pada bahan terbaharui atau bahan bakar nabati. Bioethanol berbahan baku singkong cukup potensial untuk dikembangkan mengingat masih tersedianya lahan untuk budidayanya dengan didukung teknologi budidaya. Teknologi singkong mukibat dapat dikembangkan untuk peningkatan produksi singkong untuk bioethanol. Penggunaan teknologi mukibat dapat meningkatkan produksi singkong antara 30 % sampai dengan 100 %.



DAFTAR PUSTAKA 
Agrica. 2007. Bensin Singkong. Lembaga Pers Mahasiswa AGRICA Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto, Edisi XIX/Tahun XXI September 2007 
Ahit, O.P.; S.E. Abit and M.B. Posas. Growth and development of Cassava Under The Traditional and The Mukibat System of Planting. Annal of Tropical Research 3(3): 187-198. 
Alves, A.A.C. 2002. Cassava Botany and Physiology. CAB International. 
Anonim. 2007. Saatnya Eksplorasi Bahan Bakar Hayati. http://www.bppt.go.id 
Bigcassava.com. 2007. Proyek Pengembangan Budi Daya Singkong Varietas  Darul Hidayah Sebagai Upaya Meningkatkan Tarap Kehidupan Ekonomi Petani, Sekaligus Mengintip Peluang Pengembangan Bahan Baku  Biofuel. http://www.bigcassava.com 
Cock, J.H. 1992. Ubi Kayu. in Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta 
De Bruijn, G.H. and Bambang Guritno. 1990. Farmer Experimentation With Cassava Planting in Indonesia. Departemen of Tropical Crop Science. Wageningen Agriculture University, Netherlands  
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Martono, B. dan Sasongko. 2007. Prospek Pengembangan Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Bioethanol. http://www.diy.go.id





MENANAM BENSIN DIKEBUN SINGKONG
     ^_^*  hehehe.....!!!
MENTERI Riset Dan Teknologi Kusmayanto Kadiman ternyata bisa juga jadi supir, Mantan Rektor Institut Teknologi Bandung itu tanpa canggung duduk dibelakang setir Land Rover Discovery. Penumpangnya Direktur Jenderal Industri Kimia dan Direktur Jenderal Migas. Mobil kelas atas ini meluncur dari Gedung BPPT di jalan M. H. Thamrin menuju Monumen Nasional, lalu kejalan Jenderal Sudirman dan Memutar lagi di Jembatan semanggi balik lagi ke BPPT.
Tak lama Kusmayanto jadi supir kamis terakhir dibulan Januari itu hanya memamerkan kinerja mobil berbahan bakar Singkong Tapi demo Kusmayanto belum berakhir”Saya akan Promosikan ke Istana Negara,”katanya . Namun sebelum beranjak ke Istana rupanya gayung sudah bersambut oleh Gubernur Sutiyoso. Ia akan menjajaki penggunaan “ Bensin Singkong “ itu untuk taksi di Jakarta.
Bensin Singkong? Tepatnya bensin dioplos alcohol yang dibuat dari ubi kayu. Di dunia dikenal dengan sebutan gasohol atau  gasoline-alkohol. Penelitian gasohol giat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada bensin yang diyakini bakal habis ditambang. Salah satunya alternatifnya mencampurkan etanol kedalam bensin. Etanol mengandung 35 % oksigen, sehingga meningkatkan efisiensi pembakaran. Juga menaikkan Oktan, seperti zat aditif ( methyl  tertiary buthyl ether – MTBE) dan tetra ethyl lead (TEL)  yang umum dipakai berbeda dengan TEL, Etanol  bisa terurai sehingga mengurangi emisi gas buang berbahaya.
Tak mengherankan pemakain Etanol di dunia makin dan makin Besar, Produksi etanol dunia untuk bahan bakar diduga bakal meningkat dari 19 Milyar liter ( 2001) menjadi 31 Milyar liter ( estimasi 2006). Beberapa Negara di Brasil, Amerika Serikat, Kanada. Uni Eropa dan Australia sudah menggunakan campuran 63% etanol dan 37% bensin. Sedangkan yang mengisi tangki Land Rover Pak Menteri itu adalah gasohol Be-10, artinya porsi Bioetanol 10 % dan Bensin 90 %. Dengan porsi 10 % kerja mesinnya bisa optimal, “kata Agus Eko Tjahyono. Kepala Balai Besar Teknologi Pati, Lampung.
Di Indonesia sendiri gasohol bukan barang baru, di Lampung, gasohol sudah bertahun – tahun mengisi tangki mobil dan motor para pegawai Bali Besar. Tapi tak pernah dilirik pejabat Jakarta. Teknologi ini mulai diteliti Balai Besar sejak 1983 dengan bantuan teknis dari lembaga penelitian Jepang,JICA. Mereka terus mengembangkan teknologi itu dengan tekad mengubah sumber pati tak berharga itu – di lampung, tiap kilogramnya, harganya tak lebih dari harga sepotong ubi goreng di Jakarta – menjadi bahan bakar bernilai tinggi. Hasilnya ?”sekarang, gasohol ubi kayu kami termurah didunia. “kata Agus Eko Tjahyono.
Sumber Bioetanol memang tak Cuma singkong, bisa juga tebu,sagu,jagung,gandum,bahkan limbah pertanian seperti jerami. Di Amerika yang banyak dipakai sebagai sumber pati adalah jagung,tapi Agus yakin bahan bakar Bakar alternative dari singkongnya mampu bersaing di pasar.
Teknologi kami makin efisien. Ongkos Produksi lebih murah dari minyak tanpa subsidi, “ katanya untuk skala kecil, kapasitas 60.000 liter per hari biaya produksinya Rp. 2.400, lebih rendah dibandingkan dengan bensin yang berkisar Rp. 2.600. Menurut Agus, Gasohol juga bisa mensejahterakan Petani. Contoh tahun 2004, konsumsi bensin 15 Juta Kilo liter. Jika 20 %nya diganti gasohol BE-10, berarti menghemat 3 juta kiloliter bensin. Setiap liter alcohol. Dihasilkan dari 6,5 Kilogram Singkong artinya butuh 2 juta ton singkong dari lahan 100.000 hektare.
Apabila menggunakan singkong Varietas unggul Darul Hidayah hanya memerlukan lahan seluas 13.500 Ha. Dengan menanam singkong Varietas unggul dapat mengefisiensi :
  1. Lahan
  2. Bibit
  3. Pupuk
  4. biaya garapan( olah lahan )
  5. penyiangan rumput
  6. biaya panen
  7. biaya angkut
  8. Hasil panen lebih optimal dalam waktu yang lebih singkat sebesar 100 sampai 150 ton dalam jangka waktu 1 tahun, dari pada singkong konvensional panen  dengan hasil 100  - 150 ton  dalam jangka waktu 4 tahun
Sedangkan untuk kebutuhan tersebut utnuk memenuhi pasokan kebutuhan lokal saja  BIGCASSAVA.COM hanya mengambil 30 % dari kebutuhan yang ada atau sekitar 100 ton singkong segar/hari. Apabila target 100 ton singkong segar / hari diolah dalam bentuk chips singkong sebagai bahan ½ jadi, maka bila 50% dari 100 ton diolah dengan cara padat karya, berdasarkan pengalamn Pilot Project I per orang setiap harinya mampu menghasilkan Chip singkong segar sebanyak 300 Kg, artinya apabila setiap harinya dilakukan produksi chip sebesar 50 Ton atau 50.000 kg berarti menyerap tenaga kerja sebanyak 167 orang pekerja/hari, dengan upah chips sebesar Rp. 6.000/100. Dengan demikian seorang tenaga kerja chips yang bekerja dari jam 07.00 pagi s/d 13.00 siang akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 18.000/orang/hari.
Untuk mendukung Program pengembangan budi daya tanaman singkong Darul Hidayah di Kabupaten Subang sehingga dapat terlaksana sebagaimana yang direncanakan, maka diperlukan suatu upaya yang terintegrasi dan Sinergis antara Kopersai, Petani, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi maupun Pemerintah Pusat, agar dapat tujuan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat petani dapat tercapai. Salah satu upaya yang harus dilaksanakan adalah dengan cara memanfaatkan lahan – lahan tidur baik yang dikuasai Pemda maupun dinas Perkebunan juga Dinas Kehutanan. Dimana berdasarkan hasil survey  dan pertemuan dengan beberapa instansi terdapat ribuan Ha lahan yang menganggur tidak dimanfaatkan secara optimal.
Untuk pupuk kandang BIGCASSAVA.COM  telah bekerjasama  dengan Koperasi Susu Perah  Gunung Gede Sukabumi& Peternak Ayam potong di Warung Kiara Kabupaten Sukabumi
Pemasaran singkong (segar, Gaplek, tepung ) diperuntukan :
1.Pakan Ternak Sapi Perah , yang sangat tinggi akan  karbohidrat  yang dapat membantu menambah produksi susu.
2. Eksportir Gaplek Tepung untuk MEE & Asia khususnya China
3. Pabrik Tapioka
4. Pabrik Etanol

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar